Adopsi kecerdasan buatan (AI) di kawasan Asia Pasifik (AP) dan ASEAN+1 mengalami peningkatan signifikan, dengan fokus utama pada pengembalian investasi (ROI). Berdasarkan laporan terbaru Lenovo’s CIO Playbook 2025 – It’s Time for AI-nomics, organisasi di Asia Pasifik meningkatkan belanja AI hingga 3,3 kali lipat, sementara di ASEAN+1 kenaikannya mencapai 2,7 kali lipat.
Studi ini merupakan hasil kolaborasi Lenovo dan IDC, berdasarkan survei global terhadap 2.900 responden, termasuk lebih dari 900 pengambil keputusan TI dan bisnis (ITBDM) di 12 pasar Asia Pasifik.
ROI: Tantangan Utama dalam Adopsi AI di ASEAN+
Meskipun investasi AI meningkat, penerapannya di ASEAN+ masih berada pada tahap awal. Saat ini, 47% organisasi di wilayah tersebut sedang mengevaluasi atau berencana menerapkan AI dalam 12 bulan ke depan. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata Asia Pasifik (56%) dan global (49%).
Salah satu kendala utama dalam adopsi AI adalah ROI, yang menjadi faktor penghambat terbesar. Singapura muncul sebagai pusat inovasi AI di kawasan, dengan infrastruktur yang lebih maju dibanding negara-negara ASEAN+ lainnya yang masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan sumber daya dan keahlian.
Meski demikian, perusahaan di Asia Pasifik menargetkan ROI 3,6 kali lipat dari investasi AI mereka, mendorong pendekatan strategis dalam peningkatan skala dan pengembangan kapabilitas internal. Fokus utama di ASEAN+ mencakup optimalisasi rantai pasokan, kepatuhan regulasi, serta peningkatan produktivitas karyawan, dengan tantangan seperti manajemen data, keterampilan AI, dan keamanan data yang harus diatasi.
Tata Kelola AI Jadi Prioritas, Tapi Implementasi Masih Rendah
Seiring meningkatnya kesadaran akan manfaat AI, perusahaan juga mulai memahami risiko yang menyertainya, terutama dalam aspek etika dan bias. Namun, hanya 24% organisasi global dan 25% di Asia Pasifik yang telah menerapkan kebijakan governance, risk, and compliance (AI GRC) secara penuh.
Di ASEAN+, tingkat adopsi kebijakan AI GRC mencapai 24%, mencerminkan tren serupa dengan Asia Pasifik dan global. Tata kelola yang baik membutuhkan pendekatan terstruktur dalam pengelolaan model AI, keamanan data, serta pengawasan manusia untuk memastikan AI dapat digunakan secara etis dan bertanggung jawab.
“Prioritas bisnis di Asia Pasifik terus berkembang,” kata Sumir Bhatia, President Infrastructure Solutions Group, Lenovo Asia Pacific. “Pada 2025, Governance, Risk, dan Compliance naik 12 peringkat menjadi prioritas utama, menandakan fokus pada AI yang aman. Produktivitas karyawan juga melonjak dari peringkat ke-7 ke posisi ke-2, menunjukkan peran AI yang semakin krusial.”
GenAI Jadi Fokus Utama Investasi AI di 2025
Teknologi Generative AI (GenAI) diprediksi akan merevolusi alur kerja perusahaan. Pada 2025, 42% pengeluaran AI di ASEAN+ akan dialokasikan untuk implementasi GenAI.
Di Asia Pasifik, AI terutama digunakan untuk operasi TI, sementara di ASEAN+, penerapan utama berfokus pada layanan pelanggan. Perbedaan lainnya:
- Asia Pasifik menempatkan keamanan siber (peringkat ke-2) dan pengembangan perangkat lunak (peringkat ke-3) sebagai prioritas utama.
- ASEAN+ lebih memprioritaskan operasi TI (peringkat ke-2) dan rekayasa/R&D (peringkat ke-3) sebagai fokus implementasi AI.
Infrastruktur Hybrid Jadi Pilihan Utama untuk AI
Laporan Lenovo mengungkapkan bahwa 65% organisasi di Asia Pasifik lebih memilih solusi on-premise atau hybrid untuk mendukung beban kerja AI. Faktor keamanan, latensi rendah, dan fleksibilitas operasional menjadi alasan utama.
Di ASEAN+, tren ini bahkan lebih kuat, dengan 68% organisasi mengadopsi solusi hybrid atau on-premise, sementara 19% lainnya masih bergantung pada cloud publik.
“Arsitektur hybrid menawarkan keseimbangan terbaik antara skalabilitas dan kontrol,” ujar Budi Janto, General Manager Lenovo Indonesia. “Dengan 63% organisasi global memilih infrastruktur hybrid dan on-premise untuk AI, tren ini semakin relevan di ASEAN+, menekankan pentingnya inovasi yang tetap mematuhi regulasi dan standar keamanan.”
AI PC: Meningkatkan Produktivitas, Tapi Adopsi Masih Bertahap
Teknologi AI PC mulai menarik minat perusahaan di Asia Pasifik, dengan 43% organisasi melaporkan peningkatan produktivitas setelah mengadopsi perangkat ini.
Namun, implementasi AI PC masih dalam tahap awal. Di ASEAN+, 65% organisasi telah memasuki tahap perencanaan untuk adopsi AI PC. Seiring meningkatnya kesadaran akan manfaatnya dan terbuktinya ROI, adopsi teknologi ini diperkirakan akan semakin cepat, mendukung transformasi digital yang lebih luas.
Kolaborasi Jadi Kunci Sukses Adopsi AI
Dengan meningkatnya implementasi AI, semakin banyak organisasi yang menggandeng mitra eksternal untuk mempercepat adopsi dan mengatasi tantangan internal.
Saat ini, 34% CIO di Asia Pasifik dan 44% CIO di ASEAN+ telah menggunakan layanan AI profesional untuk membantu manajemen data, mengatasi keterbatasan talenta, dan meningkatkan efisiensi biaya.
Sementara itu, 56% CIO di ASEAN+ lainnya sedang menjajaki atau merencanakan pemanfaatan layanan ini dalam waktu dekat.
“Adopsi AI bukan hanya tentang keuntungan jangka pendek,” kata Fan Ho, Executive Director & General Manager, Solutions and Services Group, Lenovo Asia Pacific. “Organisasi harus berinvestasi dalam desain yang efisien, implementasi yang tepat, dan integrasi AI ke dalam operasional mereka. Dengan solusi seperti Lenovo AI Fast Start, perusahaan dapat mempercepat proses adopsi AI dengan uji coba yang terukur, optimasi yang lebih cepat, serta panduan ahli.”
Studi Lenovo dan IDC menggarisbawahi bahwa AI akan terus menjadi prioritas utama bisnis di Asia Pasifik dan ASEAN+. Meskipun masih ada tantangan dalam ROI, tata kelola, dan keterbatasan sumber daya, tren investasi AI terus meningkat, terutama dalam Generative AI, hybrid infrastructure, dan AI PC.
Dengan pendekatan strategis dan kemitraan yang tepat, organisasi di kawasan ini dapat mengoptimalkan manfaat AI untuk meningkatkan produktivitas, memperkuat keamanan, dan mempercepat inovasi bisnis di era digital.
(Rutinitas Media)